(ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Ishaq &
Al-Ustadzah Ummu Ishaq)
Allah menurunkan Al Qur’an adalah sebagai
petunjuk bagi manusia. Agar tujuan ini bisa terealisasi, Al Qur’an tidak bisa
hanya sekedar dijadikan pajangan. Sayangnya justru perbuatan ini yang banyak
dilakukan manusia. Salah satunya melalui apa yang dinamakan seni kaligrafi.
Bila kita bertandang ke rumah saudara
ataupun kenalan, sering kita dapati kaligrafi yang bertuliskan ayat-ayat Al
Qur’an, hadits-hadits nabawiyyah ataupun Al-Asmaul Husna. Kaligrafi yang dibuat
seindah mungkin ini, sehingga kadang sulit dibaca, biasanya digantung di
dinding atau menjadi pajangan di atas meja dan almari, apakah berbentuk ukiran,
pahatan ataupun lukisan.
Tidak terbatas hanya dalam rumah, kaligrafi juga kita dapatkan sebagai penghias masjid-masjid, tempat pertemuan kaum muslimin, dan sebagainya. Bahkan penulisan kaligrafi ayat-ayat Al Qur’an dijadikan sebagai ajang lomba dalam MTQ dan semisalnya.
Tidak terbatas hanya dalam rumah, kaligrafi juga kita dapatkan sebagai penghias masjid-masjid, tempat pertemuan kaum muslimin, dan sebagainya. Bahkan penulisan kaligrafi ayat-ayat Al Qur’an dijadikan sebagai ajang lomba dalam MTQ dan semisalnya.
Saking lazimnya, banyak di antara kaum
muslimin yang merasa belum sreg bila tidak memajang kaligrafi dalam rumah
ataupun majelis mereka. Seolah hal ini sebagai ciri keislaman yang membedakan
dari rumah dan majelis non muslim. Bahkan mungkin ada di antara mereka yang
merasa bahwa perbuatan seperti ini merupakan satu bentuk ibadah kepada Allah I.
Terhadap fenomena yang ada ini, kita
katakan kepada saudara kita kaum muslimin: Allah I telah menyempurnakan
agama-Nya, sebagaimana Dia nyatakan dalam Tanzil-Nya:
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk
kalian agama kalian dan telah Kucukupkan kepada kalian nikmat-Ku dan Aku ridha
Islam sebagai agama kalian”. (Al-Maidah: 3)
Karena agama ini telah sempurna, maka tidak
butuh lagi terhadap penambahan dan tidak pula pengurangan. Rasulullah r sebagai
pengemban risalah dari Allah telah amanah dalam menyampaikan seluruh risalah
Islam ini, tanpa kecuali.
Al-Imam Ibnul Qayyim t berkata: “Nabi r
terus menerus menegakkan perintah Allah, orang yang ingin memalingkan (beliau)
tidak dapat memalingkan.
Beliau juga menyeru kepada Allah tanpa ada seorang pun yang dapat merintangi, sampai akhirnya menjadi terang benderang bumi ini dengan risalah yang beliau bawa setelah sebelumnya dalam keadaan gelap gulita. Menjadi jinaklah (bersatu) hati-hati manusia setelah sebelumnya bercerai berai. Dan berjalanlah dakwah beliau seperti perjalanan mentari di penjuru langit hingga sampailah agamanya sebagaimana sampainya malam dan siang…”. (Miftah Daris Sa’adah, 1/105)
Beliau juga menyeru kepada Allah tanpa ada seorang pun yang dapat merintangi, sampai akhirnya menjadi terang benderang bumi ini dengan risalah yang beliau bawa setelah sebelumnya dalam keadaan gelap gulita. Menjadi jinaklah (bersatu) hati-hati manusia setelah sebelumnya bercerai berai. Dan berjalanlah dakwah beliau seperti perjalanan mentari di penjuru langit hingga sampailah agamanya sebagaimana sampainya malam dan siang…”. (Miftah Daris Sa’adah, 1/105)
Asy-Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab t
berkata dalam kitabnya Al-Ushuluts Tsalatsah mengatakan: “Tidak ada satu
kebaikan pun melainkan telah Rasulullah r tunjukkan kepada umatnya dan tidak
ada satu kejelekan pun kecuali telah beliau peringatkan umat darinya.”
Menjadikan Al Qur’an dan hadits nabawi
sebagai hiasan dalam bentuk kaligrafi, sama sekali tidak ada contohnya dari
Rasulullah r, tidak pernah dikenal dan dilakukan oleh para shahabat beliau dan
tidak pula oleh orang-orang sesudah mereka dari kalangan para imam yang diberi
petunjuk, semoga Allah meridhai dan merahmati mereka semua.
Seandainya perbuatan tersebut baik, pasti Rasulullah r telah menganjurkannya dan para shahabat, sebagai manusia yang paling bersemangat dalam melakukan kebaikan, pasti telah mendahului kita dalam berbuat demikian.
Seandainya perbuatan tersebut baik, pasti Rasulullah r telah menganjurkannya dan para shahabat, sebagai manusia yang paling bersemangat dalam melakukan kebaikan, pasti telah mendahului kita dalam berbuat demikian.
Untuk memperjelas permasalahan ini, kami
nukilkan secara ringkas untuk pembaca fatwa ulama berikut ini:
Allah I telah menurunkan Al Qur’an dengan
sifat yang Dia nyatakan dalam ayat-ayat berikut ini:
“Wahai sekalian manusia, sungguh telah
datang kepada kalian nasehat (pelajaran) dari Rabb kalian dan penyembuh bagi
penyakit-penyakit yang ada di dalam dada, petunjuk dan rahmat bagi orang-orang
yang beriman.” (Yunus: 57)
“Dan Kami turunkan dari Al Qur’an sesuatu
yang menjadi penyembuh (obat) dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. Dan Al
Qur’an itu tidaklah menambah bagi orang-orang dzalim selain kerugian.”
(Al-Isra: 82)
Allah pun mengutus Nabi-Nya r untuk
menjelaskan Al Qur’an dan merinci hukum-hukum yang ada dalamnya agar manusia
menjadikan ajaran beliau sebagai bimbingan dalam memahami Kitabullah. Allah
nyatakan hal ini dalam firman-Nya:
“Dan Kami turunkan kepadamu (Muhammad) Al
Qur’an agar engkau menjelaskan kepada manusia apa yang diturunkan kepada
mereka, mudah-mudahan mereka mau berfikir.” (An-Nahl: 44)
Allah I memerintahkan Nabi-Nya untuk
mendakwahkan Islam dan Nabi-Nya r pun menjalankan dengan sebaik-baiknya. Beliau
berdakwah di hadapan para shahabatnya, memberikan nasehat dan peringatan.
Beliau mengirim surat kepada para raja dan para pembesar, di samping mendatangi
secara langsung orang-orang kafir di majelis mereka untuk mengajak kepada
Islam.
Dari seluruh perjalanan hidup beliau r, tidak pernah diketahui beliau menulis satu surat dari Al Qur’an, atau satu ayat darinya ataupun sebuah hadits atau nama-nama Allah pada lembaran-lembaran atau piringan-piringan untuk digantung di dinding dan di tempat lainnya, dengan tujuan menjadikan sebagai hiasan atau untuk tabarruk (mencari berkah) ataupun dengan maksud sebagai perantara untuk mengingatkan, menasehati dan pelajaran bagi yang melihat dan membacanya.
Dari seluruh perjalanan hidup beliau r, tidak pernah diketahui beliau menulis satu surat dari Al Qur’an, atau satu ayat darinya ataupun sebuah hadits atau nama-nama Allah pada lembaran-lembaran atau piringan-piringan untuk digantung di dinding dan di tempat lainnya, dengan tujuan menjadikan sebagai hiasan atau untuk tabarruk (mencari berkah) ataupun dengan maksud sebagai perantara untuk mengingatkan, menasehati dan pelajaran bagi yang melihat dan membacanya.
Sepeninggal beliau r, para Al-Khulafa
Ar-Rasyidun berpegang dengan petunjuk beliau, demikian pula para shahabat yang
lain dan para imam setelah mereka yang dikabarkan oleh Rasulullah r sebagai
sebaik-baik generasi.
Sama sekali tidak pernah diketahui mereka menulis sesuatu dari Al Qur’an, hadits-hadits nabawiyyah ataupun Al-Asmaul Husna pada lembaran, piringan ataupun pada kain untuk digantung sebagai hiasan di dinding, atau digantung dengan tujuan sebagai peringatan. Padahal mereka adalah orang yang paling paham akan Islam dan paling bersemangat terhadap kebaikan.
Seandainya perbuatan itu baik niscaya mereka telah mendahului kita dalam mengamalkannya.
Sama sekali tidak pernah diketahui mereka menulis sesuatu dari Al Qur’an, hadits-hadits nabawiyyah ataupun Al-Asmaul Husna pada lembaran, piringan ataupun pada kain untuk digantung sebagai hiasan di dinding, atau digantung dengan tujuan sebagai peringatan. Padahal mereka adalah orang yang paling paham akan Islam dan paling bersemangat terhadap kebaikan.
Seandainya perbuatan itu baik niscaya mereka telah mendahului kita dalam mengamalkannya.
Dengan begitu, jelaslah bagi kita bahwa
membuat dan memasang kaligrafi dari ayat Al Qur’an, hadits ataupun Al-Asmaul
Husna, dengan tujuan apapun adalah perbuatan yang menyelisihi petunjuk
Rasulullah r, para shahabat dan para imam salafi.
Betapa kita saksikan, surat ataupun ayat Al
Qur’an yang dipajang itu tidak diagungkan dengan semestinya. Terkadang bila
telah usang terbuang begitu saja, terinjak oleh kaki dan tersia-siakan. Padahal
seorang muslim harus mengagungkan Kitabullah dan juga Sunnah Nabi r yang
shahih, menjadikannya sebagai menara dan pedoman hidup.
Dan pengagungannya bukan dengan dipajang sedemikian rupa, namun semestinya Al Qur’an itu dibaca, dipikirkan, dipelajari, dipahami dan ditelaah keterangannya dari Sunnah Nabi r. Lalu berusaha diamalkan dalam ibadah dan muamalah. Dengan begitu akan tercurah barakah Allah dan terlimpah pahala-Nya, yang hal ini tidak akan didapatkan oleh mereka yang hanya menjadikannya sebagai pajangan.
Dan pengagungannya bukan dengan dipajang sedemikian rupa, namun semestinya Al Qur’an itu dibaca, dipikirkan, dipelajari, dipahami dan ditelaah keterangannya dari Sunnah Nabi r. Lalu berusaha diamalkan dalam ibadah dan muamalah. Dengan begitu akan tercurah barakah Allah dan terlimpah pahala-Nya, yang hal ini tidak akan didapatkan oleh mereka yang hanya menjadikannya sebagai pajangan.
Satu hal yang patut pula menjadi perhatian
bahwa memasang kaligrafi ini merupakan satu bentuk tasyabbuh (meniru) perbuatan
orang-orang kuffar dari kalangan Nasrani yang biasa memajang salib di rumah dan
majelis mereka untuk membedakan mereka dengan kaum muslimin. Atau seperti
orang-orang Hindu yang memiliki kebiasaan menggantung dupa di rumah mereka.
Wallahu ta‘ala a‘am bish-shawab.
Demikian ringkasan dari fatwa Lajnah
Al-Fatawa fi Riasah Idarat Al-Buhuts wal Ifta wad Da’wah wal Irsyad, yang
ketika itu masih diketuai oleh Asy-Syaikh Ibnu Baz t dengan wakil beliau
Asy-Syaikh Abdurrazzaq ’Afifi.
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin
t dalam salah satu khutbahnya di Masjid Al-Jami‘ul Kabir di ‘Unaizah (1404 H)
juga pernah menyinggung masalah ini. Di antaranya beliau katakan:
“Sebagian besar manusia biasa menggantung
tulisan yang berisi ayat-ayat Al Qur’an di majelis mereka. Aku tidak tahu
mengapa mereka melakukan hal tersebut.
Bila mereka melakukannya dalam rangka ibadah kepada Allah, maka hal seperti ini adalah kebid’ahan yang tidak pernah dilakukan oleh pendahulu kita yang shalih. Lalu apakah mereka melakukannya dalam rangka memuliakan Al Qur’an? Maka kita katakan tidak ada yang lebih memuliakan Al Qur’an daripada para shahabat Rasulullah r dan tabi’in yang mengikuti mereka dalam kebaikan.
Namun sungguh tidak pernah didapatkan mereka ini menggantung tulisan yang berisi ayat-ayat Al Qur’an.
Bila mereka melakukannya dalam rangka ibadah kepada Allah, maka hal seperti ini adalah kebid’ahan yang tidak pernah dilakukan oleh pendahulu kita yang shalih. Lalu apakah mereka melakukannya dalam rangka memuliakan Al Qur’an? Maka kita katakan tidak ada yang lebih memuliakan Al Qur’an daripada para shahabat Rasulullah r dan tabi’in yang mengikuti mereka dalam kebaikan.
Namun sungguh tidak pernah didapatkan mereka ini menggantung tulisan yang berisi ayat-ayat Al Qur’an.
Apakah mereka menggantungnya dalam rangka
menolak kejelekan dan gangguan setan? Jika demikian, maka perbuatan demikian
bukanlah perantara untuk menolak hal tersebut, namun justru dengan membacanya
akan diperoleh penjagaan tersebut seperti membaca ayat Kursi1 ketika hendak
tidur maka akan diperoleh penjagaan dari Allah dan setan tidak akan mendekat
sampai ia berada di pagi hari2.
Sesungguhnya cara untuk ber-tabarruk dengan
Al Qur’an adalah membacanya dengan sebenar-benar bacaan, melafadzkan dengan
lisan, mengimani dengan hati dan mengamalkan dengan anggota badan sebagaimana
Allah I berfirman:
“Orang-orang yang telah Kami berikan Al Kitab
kepadanya, mereka membacanya dengan bacan yang sebenarnya, mereka itu beriman
kepadanya. Dan barangsiapa yang ingkar kepadanya maka mereka itulah orang-orang
yang merugi”. (Al-Baqarah: 121)
Demikianlah jalan kaum mukminin yakni
dengan membaca Kitabullah, bukan dengan menggantungnya.
Adakah mereka yang menggantung kaligrafi
bertuliskan ayat Al Qur’an itu menginginkan untuk memperingatkan manusia
terhadap Al Qur’an? Ternyata dalam prakteknya, tujuan ini tidaklah tercapai.
Engkau bisa menyaksikan mereka yang ada di majelis itu tidak ada yang
mendongakkan kepalanya untuk membaca tulisan tersebut, atau ada beberapa
gelintir orang yang membacanya namun tidak memikirkan apa yang terkandung di
dalamnya.
Ataukah mereka yang berbuat demikian tidak
bermaksud apa-apa kecuali sekedar menjadikan kaligrafi itu sebagai hiasan? Maka
sesungguhnya tidaklah pantas Al Qur’an itu dijadikan sebagai sesuatu yang
bernilai sia-sia, sekedar untuk keindahan pandangan mata. Al Qur’an terlalu
mulia kedudukannya daripada hanya sekedar dijadikan hiasan.
Kemudian, kita dapati di majelis yang
padanya ada kaligrafi Al Qur’an, terkadang dibicarakan di situ perkara laghwi
(sia-sia, red), bahkan terkadang ada ghibah, dusta dan caci maki. Terkadang ada
alunan musik dan nyanyian yang haram. Maka perbuatan seperti ini jelas
merupakan pelecehan terhadap Kitabullah karena digantungkan di atas kepala
hadirin yang sedang tenggelam dalam kemaksiatan kepada Allah.
Karena itu aku menyeru kepada segenap
saudaraku agar melepaskan kaligrafi yang ada di rumah-rumah dan majelis mereka
karena hal itu tidak pantas untuk dilakukan.
Satu hal pula yang harus dijauhi adalah
menulis Al Qur’an dengan bentuk yang samar/ tidak jelas sehingga sulit dibaca
atau bisa keliru ketika membacanya, karena ingin menonjolkan nilai seni semata.
Padahal Al Qur’an bukanlah untuk dijadikan hiasan dan lukisan/ ukiran. Siapa
yang padanya ada tulisan demikian hendaklah ia membakarnya atau menghapusnya
agar ayat-ayat Allah tidak dijadikan sebagai bahan permainan dan olok-olok.
Wajib bagi kita untuk memuliakan Kitabullah
dan menjadikannya sesuai tujuan diturunkannya. Ia adalah nasehat, obat
penyembuh bagi penyakit yang ada di dalam dada, petunjuk dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman. Tidaklah ia diturunkan untuk dipajang dan dijadikan bagian
dari seni lukis, ukir dan pahat. Wallahu ta‘ala a‘lam bish-shawab.“
Demikian fatwa beliau secara ringkas.
Semoga kita diberi taufik untuk senantiasa berpegang dengan al-haq.
1 Yakni surat Al-Baqarah ayat 255
2 HR. Al-Bukhari no. 2311
Ku jaga diriku,, hanya UntukMu #
Lebih baik aku menatap panasnya terik matahari, daripada menatap dirimu wahai sang pujaan hati yang belum HALAL untukku.
Sungguh tak kuasa mata ini ingin selalu memandangmu. Namun aku lebih takut kepada TUHANKU. Selalu ku tundukkan wajahku setiap bertemu denganmu, bukan aku tak menghormatimu tapi aku lebih menghormati TUHANKU, bukan aku tak suka padamu tetapi cintaku kepadamu tak akan bisa melebihi cintaku kepada TUHANKU. Tuhan Sang Maha Cinta itu hanya ALLAH SWT.
Kemudian aku bungkam mulutku dengan diamku,,, daripada berbicara kepadamu mengenai cinta dan sayang ini untukmu,,karena ku tahu, suaraq ini adalah aurat..aku tak ingin kau terngiang dengan kemaksiatan karena setiap kata yang aku ucapkan.
Lalu aku tutupi tubuhku dan auratku dengan jilbabku dan pakaian yang begitu longgar sesuai syari'at agama islam, agar kau tidak terhempas dengan nafsu ketika aku berpapasan denganmu.
Semua yang aku lakukan karena Allah semata,,, dan demi harga diriku sebagai wanita... agar aku terhindar dari fitnah-fitnah dunia dan cemohan para laki-laki yang selalu menyalahkan kalau wanita adalah sumber kemaksiatan....
Biarkan mata ini terus menunduk, biarkan mulut ini tetap terbungkam, biarkan tubuh ini aku tutupi hingga tiba waktunya yang penuh Ke Halal an.,yaitu pernikahan..
Jika engkau jodoh yang ditakdirkan Allah untukku,,Akan senantiasa ku beri kau kebahagiaan hingga akhir hayatku dengan penuh ketulusan dan keikhlasan dengan menjadi isteri yang sholehah dan semua yang ku jaga semenjak dulu hanya benar2 milikmu,,, oh...engkau jodohku... jodoh yang hanya Allah Tahu... sampai detik ini aku belum tahu siapa dirimu yang Allah takdirkan untukku...
Biarkan cinta ini bersemi di dalam hatiku,,,dengan ikatan yang penuh Ke Halal an saat kau mempersuntingku di indahnya Mahligai pernikahan....
Lebih baik aku menatap panasnya terik matahari, daripada menatap dirimu wahai sang pujaan hati yang belum HALAL untukku.
Sungguh tak kuasa mata ini ingin selalu memandangmu. Namun aku lebih takut kepada TUHANKU. Selalu ku tundukkan wajahku setiap bertemu denganmu, bukan aku tak menghormatimu tapi aku lebih menghormati TUHANKU, bukan aku tak suka padamu tetapi cintaku kepadamu tak akan bisa melebihi cintaku kepada TUHANKU. Tuhan Sang Maha Cinta itu hanya ALLAH SWT.
Kemudian aku bungkam mulutku dengan diamku,,, daripada berbicara kepadamu mengenai cinta dan sayang ini untukmu,,karena ku tahu, suaraq ini adalah aurat..aku tak ingin kau terngiang dengan kemaksiatan karena setiap kata yang aku ucapkan.
Lalu aku tutupi tubuhku dan auratku dengan jilbabku dan pakaian yang begitu longgar sesuai syari'at agama islam, agar kau tidak terhempas dengan nafsu ketika aku berpapasan denganmu.
Semua yang aku lakukan karena Allah semata,,, dan demi harga diriku sebagai wanita... agar aku terhindar dari fitnah-fitnah dunia dan cemohan para laki-laki yang selalu menyalahkan kalau wanita adalah sumber kemaksiatan....
Biarkan mata ini terus menunduk, biarkan mulut ini tetap terbungkam, biarkan tubuh ini aku tutupi hingga tiba waktunya yang penuh Ke Halal an.,yaitu pernikahan..
Jika engkau jodoh yang ditakdirkan Allah untukku,,Akan senantiasa ku beri kau kebahagiaan hingga akhir hayatku dengan penuh ketulusan dan keikhlasan dengan menjadi isteri yang sholehah dan semua yang ku jaga semenjak dulu hanya benar2 milikmu,,, oh...engkau jodohku... jodoh yang hanya Allah Tahu... sampai detik ini aku belum tahu siapa dirimu yang Allah takdirkan untukku...
Biarkan cinta ini bersemi di dalam hatiku,,,dengan ikatan yang penuh Ke Halal an saat kau mempersuntingku di indahnya Mahligai pernikahan....
ABOUTME
Hi all. Saya Chandra Ardilla Putra. Terimakasih, telah membaca artikel mengenai KETIKA AYAT'' AL QURAN CUMAN DI JADIKAN HIASAN. Semoga artikel tersebut bermanfaat untuk Anda. Mohon untuk memberikan 1+ pada Google+, 1 Like pada Facebook, dan 1 Follow pada Twitter. Jika ada pertanyaan atau kritik dan saran silahkan tulis pada kotak komentar yang sudah disediakan.
Slot Machines Casino - MapYRO
BalasHapusSlot Machines Casino. Las Vegas. Las Vegas, 당진 출장마사지 NV. 정읍 출장마사지 slot machines at Wynn Las Vegas, Las Vegas. 김천 출장샵 slot machines at Casino at the Wynn Las Vegas, 창원 출장안마 Las Vegas. 전라남도 출장샵